Header Background Image
    Light Novel Bahasa Indonesia

    Setelah serangan Lin Xue, Jian Feng tergeletak di lantai rumahnya, tubuhnya penuh luka dan nyaris tak sadarkan diri. Di tengah kesunyian yang mencekam, seorang pria datang tergesa-gesa. Zhang Wei, teman lama Jian Feng yang selama ini diam-diam mengamati dari jauh, langsung masuk ke rumah setelah merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Zhang Wei adalah salah satu dari sedikit orang yang tahu masa lalu Jian Feng, meskipun dia sendiri bukan bagian dari dunia kultivasi. Selama ini, ia bertindak sebagai pengamat dan sahabat setia, selalu siap membantu di saat-saat terdesak.

    Melihat kondisi Jian Feng yang terluka parah, tanpa berpikir dua kali, Zhang Wei langsung mengangkat tubuh Jian Feng dan membawanya ke rumah sakit. Dalam perjalanan, Zhang Wei terus berbicara pada Jian Feng yang hampir pingsan.

    “Jangan mati di sini, Jian Feng. Kau masih punya anak yang membutuhkanmu,” katanya dengan suara penuh kekhawatiran.

    Di rumah sakit, para dokter segera menangani luka-luka Jian Feng. Beberapa luka tampak aneh dan sulit dijelaskan dengan penjelasan medis biasa, tetapi dengan perawatan intensif, Jian Feng akhirnya berhasil selamat dari maut. Meski tubuhnya melemah, jiwanya tetap kuat.

    Setelah beberapa hari dirawat, Jian Feng akhirnya sadar sepenuhnya. Di sisinya, Zhang Wei duduk dengan wajah lega namun tetap tegang.

    “Kau beruntung aku datang tepat waktu,” kata Zhang Wei sambil menyandarkan punggungnya di kursi.

    Jian Feng mengangguk pelan. “Terima kasih, Zhang Wei. Aku tidak akan selamat jika bukan karena kau.”

    Zhang Wei menatap Jian Feng serius. “Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang menyerangmu?”

    Jian Feng menghela napas panjang, wajahnya menunjukkan keletihan yang lebih dari sekadar fisik. “Lin Xue… dia kembali. Dalam tubuh Xue Ling.”

    Zhang Wei membelalakkan mata, terkejut. “Lin Xue? Bagaimana mungkin? Bukankah dia sudah mati bertahun-tahun lalu?”

    Jian Feng menjelaskan dengan suara lemah tentang bagaimana Lin Xue bereinkarnasi dalam tubuh Xue Ling dan bagaimana dia menggunakan kesempatan itu untuk membalas dendam. Zhang Wei mendengarkan dengan cermat, meski hatinya berat mendengar penderitaan sahabatnya.

    “Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Zhang Wei. “Kau tidak bisa terus begini. Jika Lin Xue kembali, kau harus siap.”

    Jian Feng menunduk, memikirkan anaknya, Jian Chu. Dalam sekejap, dia tahu apa yang harus dia lakukan. Meski dunia kultivasi telah lama dia tinggalkan, Jian Feng sadar bahwa Jian Chu harus dilatih, bukan hanya untuk melindungi dirinya sendiri, tetapi juga untuk melanjutkan warisan yang selama ini tersembunyi.

    “Aku harus mengajarkan Jian Chu,” ujar Jian Feng tegas, matanya kembali penuh dengan tekad. “Dia harus siap menghadapi apa yang mungkin datang.”

    ***

    Beberapa bulan setelah keluar dari rumah sakit, Jian Feng mulai menjalani kehidupan yang lebih tenang, meskipun ancaman dari Lin Xue masih terasa di udara. Jian Chu, yang kini berusia lima tahun, tumbuh menjadi anak yang cerdas dan energik. Jian Feng sering menghabiskan waktu bersama anaknya, mengajaknya berjalan-jalan atau bermain di taman. Namun, Jian Feng tahu waktunya sudah tiba untuk mengungkapkan rahasia masa lalunya kepada anaknya.

    Suatu sore yang tenang, saat matahari mulai tenggelam, Jian Feng membawa Jian Chu ke halaman belakang rumah mereka yang luas. Tempat itu adalah tempat yang sempurna untuk mulai melatih anaknya. Jian Chu tampak penasaran melihat keseriusan di wajah ayahnya.

    “Ayah, kenapa kita di sini?” tanya Jian Chu dengan suara polos, matanya yang besar menatap Jian Feng.

    Jian Feng berjongkok di hadapan putranya, meletakkan tangannya di bahu Jian Chu. “Nak, ada sesuatu yang perlu kau ketahui. Ayahmu bukan hanya seorang pria biasa. Aku berasal dari masa lalu yang penuh dengan kekuatan besar, kekuatan yang sangat sedikit orang di dunia ini ketahui.”

    Jian Chu memiringkan kepalanya, tampak bingung. “Kekuatan besar? Apa maksud Ayah?”

    Jian Feng tersenyum tipis, lalu bangkit berdiri. “Ayah dulu seorang kultivator, seseorang yang mempelajari seni kuno untuk mencapai kekuatan fisik dan spiritual yang luar biasa. Dan sekarang, aku ingin mengajarkan sebagian dari itu kepadamu, agar kau bisa melindungi dirimu sendiri dan orang-orang yang kau cintai.”

    Jian Chu tampak lebih tertarik sekarang, meskipun masih ada rasa kebingungan di wajahnya. “Apa aku bisa belajar seperti Ayah?”

    Jian Feng mengangguk. “Tentu bisa. Kau adalah putraku, dan kau memiliki potensi besar di dalam dirimu.”

    Hari itu, latihan pertama Jian Chu dimulai. Jian Feng tidak langsung mengajarkan teknik-teknik yang kompleks, tetapi memulai dengan dasar-dasar meditasi dan pernapasan yang sangat penting dalam dunia kultivasi. Jian Feng menjelaskan bahwa kekuatan sejati datang dari keseimbangan antara tubuh dan jiwa, dan bahwa Jian Chu harus memahami dirinya sendiri sebelum ia bisa mengendalikan kekuatan yang lebih besar.

    Meskipun Jian Chu masih terlalu muda untuk memahami sepenuhnya, dia dengan penuh semangat mengikuti setiap arahan ayahnya. Setiap hari, mereka meluangkan waktu di halaman untuk berlatih bersama. Jian Feng mengajarkan putranya bagaimana mengendalikan napasnya, merasakan aliran energi dalam tubuhnya, dan membangun kekuatan dari dalam.

    Waktu berlalu, dan latihan Jian Chu semakin berkembang. Jian Feng perlahan-lahan mulai memperkenalkan teknik-teknik dasar bela diri dan penggunaan energi spiritual. Jian Chu, yang pada awalnya hanya anak kecil yang penuh rasa ingin tahu, mulai menunjukkan potensi luar biasa. Kemajuan yang ia capai dalam waktu singkat membuat Jian Feng yakin bahwa Jian Chu bisa melampaui apa yang dia capai di masa lalu.

    Namun, Jian Feng juga tahu bahwa Jian Chu masih memiliki jalan panjang sebelum ia siap menghadapi ancaman nyata. Jian Feng sendiri belum pulih sepenuhnya dari serangan Lin Xue, tetapi dia merasa sedikit lebih tenang karena Jian Chu kini memiliki fondasi yang kuat.

    Suatu hari, saat mereka sedang berlatih, Jian Feng duduk di samping putranya dan memandang ke kejauhan, mengingat masa-masa kelam yang pernah ia lalui. “Jian Chu,” panggilnya lembut. “Ada sesuatu yang harus kau ketahui. Dunia ini bukan tempat yang aman. Di luar sana, ada kekuatan-kekuatan yang lebih besar dari yang bisa kau bayangkan. Dan suatu hari nanti, kau mungkin harus menghadapi mereka.”

    Jian Chu menoleh ke arah ayahnya, mata polosnya kini mulai dipenuhi oleh pemahaman yang lebih dalam. “Aku tidak takut, Ayah. Aku akan belajar dan melindungi kita.”

    Jian Feng tersenyum bangga. “Itulah yang aku harapkan darimu, Nak. Kau harus kuat, bukan hanya untuk dirimu sendiri, tetapi untuk semua orang yang kau cintai.”

    Dalam diam, Jian Feng tahu bahwa warisan yang dia turunkan kepada Jian Chu bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang tanggung jawab besar yang datang bersama kekuatan itu. Jian Chu adalah harapan terakhirnya untuk menghadapi ancaman yang akan datang, dan Jian Feng bertekad untuk mempersiapkan putranya sebaik mungkin.

    Dengan tekad baru di hatinya, Jian Feng berjanji bahwa kali ini, dia tidak akan gagal melindungi orang yang dia cintai.

    0 Comments

    Note