[ HTL ] Chapter 3: “Apa Keinginanmu?”
by cheeerishmeAbsolute Regression Chapter 3
Aku membuka mataku.
Meskipun aku sudah membuka dan menutup mataku tak terhitung jumlahnya sepanjang hidupku, tidak ada momen yang memberiku perasaan putus asa seperti saat ini.
Kumohon, biarkan aku kembali ke waktu dimana aku bisa mencegah semua kejadian itu.
Kumohon!
Dan yang tampak di depan mataku adalah pemandangan yang menebus semua kesulitan yang telah ku lalui sebelum regresiku.
Aku berdiri di hadapan panggung seni bela diri yang luas, seperti alun-alun besar.
Melewati ribuan penonton yang mengisi kursi, aku melihat patung-patung raksasa dari demons. Patung-patung berwarna merah, biru, dan kuning itu diposisikan di sekitar arena seni bela diri, bentrok satu sama lain. Pedang, pisau, dan tinju raksasa mereka membentuk atap di atas panggung.
Dan di luar itu, patung yang lebih besar berdiri tegak. Dengan lengannya disilangkan, patung itu melihat ke bawah dengan sombong, menatap dunia–patung demon hitam, simbol dari Kultus Heavenly Demon.
“Aku kembali ke masa lalu!”
Jantungku mulai berdetak seperti akan meledak.
“Wow!”
Seperti merayakan kembalinya diriku, sorakan meledak dari segala arah. Pengikut demonic dari Kultus Heavenly Demon memenuhi di sekitar arena seni bela diri.
“Sekarang kupikir-pikir, hari ini!”
Pada momen itu, seorang lelaki melangkah menaiki panggung seni bela diri dari sisi lain.
“Hari ini adalah hari New Demon Skirmish.”
Di sekitar waktu ini, ayahku membuat pengumuman mengejutkan bahwa dia tidak akan membatasi pemimpin selanjutnya hanya dari keturunannya.
Kultus berdengung dengan pengumuman itu. Sekarang, semua orang dengan kemampuan bisa menjadi Heavenly Demon.
Untuk menguatkan deklarasinya, ayahku menggelar kompetisi seni bela diri untuk generasi muda Kultus. Itu adalah New Demon Skirmish[1].
Dan untuk pemenang dari Skirmish ini, ayahku menawarkan kesempatan untuk menantang satu dari dua putranya.
Siapapun yang menang antara sang pemenang dan anaknya, Heavenly Demon akan mengabulkan satu permintaan pemenangnya.
Jadi, seintens apa New Demon Skirmish sejauh ini? Bakat muda dari Kultus berpartisipasi dalam jumlah besar, bersaing dengan kuat.
Setelah sepuluh hari bertempur, pemenang dari Skirmish ditentukan, dan dia memilih untuk menantangku.
“Sword Without Limits! Sword Without Limits!”
Kerumunan menyanyikan namaku. Nama yang sangat ingin diketahui oleh Gwi Ryeong. Aku adalah yang termuda dari dua putra Heavenly Demon, Sword Without Limits.
Saat penonton menyorakkan namaku, pemenang Skirmish mengernyitkan alisnya.
“Hmph! Di akhir pertandingan ini, nama yang akan mereka sorakkan akan berbeda. Siapapun kau, aku tidak akan menahan diri.”
Dulu, aku kesal karena dia memilihku. Itu artinya dia menganggap aku target yang lebih mudah daripada kakakku.
Tapi, kalau kupikir lagi, ada alasan lain mengapa dia memilihku.
“Bagaimana kalau menyerah disini saja?”
Dia sudah percaya diri pada kemenangannya.
Faktanya, aku dulu memang kalah dalam pertandingan ini.
Bukan karena aku kurang mampu. Itu karena rencana jahat lawanku. Dia telah menyogok pelayan dapurku untuk meracuni makananku dengan racun pemecah energi, sebuah toksin yang melumpuhkan energi dalam untuk sementara.
Itu bukan racun pemecah energi biasa. Terlihat sangat tidak berbahaya di situasi normal, namun dalam situasi intens seperti pertandingan, racun ini memecah energi dalamku. Setelah itu, aku tahu bahwa ini adalah tipe khusus dari racun pemecah energi yang disebut Heukbi, dikembangkan dan disebarkan secara diam-diam oleh Aliansi Unortodoks.
Setelah kalah di pertandingan ini hari itu, aku melaporkannya pada ayahku, tapi dia tidak banyak berkata-kata. Malah, dia menatapku seakan memarahiku karena tertipu oleh trik remeh begitu.
Setelahnya, aku bertindak ceroboh untuk menebus kekalahan hari ini.
Dulunya, musuhku bukanlah kakakku atau kandidat pewaris lainnya. Musuhku adalah ketidaksabaran dan harga diri yang terluka. Tiap kali aku menutup mata, aku mengingat tatapan kecewa ayahku.
Kesalahan berulang kali dan kegagalan terus menyusul, dan begitulah aku tersandung kakiku sendiri dan mengambang jauh dari pertarungan suksesi.
Itu semua dimulai dari kekalahan hari ini.
Pada titik yang membalikkan takdir ini, kata-kata pertamaku adalah:
“Tadi namamu siapa?”
Tawa pecah di sekitarku, dan ekspresi lawanku mengeras. Dia kira aku mengejeknya, padahal aku benar-benar tidak ingat namanya.
“Menghinaku, Gu Pyungho, sama saja menghina masterku!”
“Oh, ya. Gu Pyungho.”
Gu Pyungho, kelima dari tujuh murid dari Blood Heaven Sword Demon Gu Cheonpa, salah satu dari Delapan Demonic Supremes. Aku yakin dia pasti menggunakan segala trik pengecut untuk menang di Divine Demon War.
“Hey, perbaiki kata-katamu. Aku menghinamu, bukan mastermu.”
Tawa pecah lagi di antara para prajurit. Mereka adalah pengikut Demonic dan One-Slash Sword Supreme, yang tidak akur dengan Blood Heaven Sword Demon.
“Kau, bocah sialan! Kau pasti percaya diri dengan kemampuanmu untuk memprovokasi aku seperti ini.”
Aku mengabaikan perkataannya dan melihat ke arah Heavenly Demon yang duduk jauh sekali di bagian atas.
Bahkan di antara ribuan pengikut Demonic, dia membuat keberadaannya tidak bisa diabaikan.
Gu Pyungho resah, dan kebingungannya berubah menjadi amarah yang dia arahkan padaku.
“Dasar sialan! Bahkan kalau aku tidak menggunakan kekuatan dalam, sebaiknya kau hari-hati karena pedangku tidak punya mata.”
Mengabaikan peringatannya, aku memeriksa tubuhku. Perasaan asing yang aneh dari tubuh muda menguasaiku. Pedang yang kupegang terasa seperti mainan.
‘Akan kah tubuh ini mengikuti keinginanku?’
Gu Pyungho menghunuskan pedangnya dengan tenaga besar, tapi aku malah melepas ikatan pedangku dan meletakkannya di tanah. Menggunakan pedang mungkin akan mengungkap kemampuanku yang sebenarnya.
Sorakan menggugah lagi. Bukankah itu alami bagi demons untuk bersorak ketika merendahkan dan mengabaikan seorang lawan?
Tentu saja, amarah Gu Pyungho meledak.
“Aku tidak akan membunuhmu karena kau keturunan dari Pemimpin Kultus, tapi aku akan mengambil salah satu lenganmu!”
Bahkan sebelum dia selesai bicara, Gu Pyungho menghapus jarak di antara kami dengan lompatan dan mengarahkan pedangnya pada bahuku.
Shaaak!
Aku menyaksikan bilah pedang turun sampai momen terakhir lalu memutar tubuhku untuk menghindarinya.
‘Bagus, sangat bagus!’
Cemas apakah tubuhku akan bisa bergerak sesuai yang kuinginkan sungguh tidak berguna. Tubuhku bertindak langsung, lebih cepat dan kuat dari yang kukira. Seakan-akan tubuhku berkata:
–Kau lupa? Ini dirimu di masa mudamu.
Masa dimana rasanya aku bisa berlari sepanjang hari dan menghancurkan apa pun dengan kepalan tanganku.
‘Di usia ini, jantungku berdetak kuat sekali!’
Senyuman alami terbentuk di wajahku. Aku merasa sangat bahagia sampai aku ingin bersorak keras.
Melihat senyumanku, Gu Pyungho jadi lebih marah.
“Bajingan gila ini tertawa?”
Ketika matanya berkedip dengan amarah, Gu Pyungho mengayunkan pedangnya, terang-terangan mengincar titik vitalku. Dia mampu menggunakan kekuatan dalam untuk melancarkan energi pedang, jadi aku tidak mengulur waktu lebih lama.
Menghindari pedang yang terus ingin memotong lenganku, aku berlari ke dadanya.
Gu Pyungho bernafas mati-matian, mencoba melindungi diri, tapi sikuku sudah tertanam di ulu hatinya.
Thud!
Aku berdiri tegap di hadapan Gu Pyungho yang melangkah mundur.
Kepalan tanganku terus menghantamnya. Dengan serangan cepat pertama, tulang hidungnya hancur, dan suara berat tinjuan kedua mematahkan tulang rusuknya. Bahkan tanpa menggunakan kekuatan dalam, kami adalah seniman bela diri yang dilatih sejak usia muda. Kami bisa menghajar banteng sampai pingsan dengan tangan kosong; mustahil tubuhnya bisa menahan ini.
Aku tidak berhenti disitu.
Aku menggenggam pergelangan tangannya saat dia teriak dan tumbang.
“Tangan mana yang kau gunakan untuk memberi racunnya? Yang ini?”
Aku mengangkat lengannya dan melompat, kemudian menginjakkan kakiku disana.
Bam.
Dengan tekanan yang berpindah dari telapak kakiku ke seluruh tubuhku, aku menggunakan lututku sebagai tuas untuk mematahkan lengannya.
Krak-krak-krak-krak-krak!
Gelombang kejutnya bergejolak seperti gelombang pasang, benar-benar memecahkan pergelangan tangan, siku, dan bahunya.
“AAAARGH!”
Bahkan tanpa teriakan mengerikannya, semua orang tahu. Lengan dan bahu yang dia gunakan untuk tekniknya benar-benar hancur, membuatnya tidak akan bisa bertarung lagi.
Sorak meriah meledak dari segala arah.
“WAAAHH!”
Itu bukan pertandingan yang kaku, tapi kemenangan mutlak yang menghibur semua orang.
Para pengikut Demonic dari Blood Heaven Sword Demon mengejek, namun suara mereka tenggelam oleh sorakan tanpa henti.
Blood Heaven Sword Demon, duduk di antara kerumunan, tidak menunjukkan reaksi apa pun meski muridnya sudah dihancurkan. Dia hanya mengamati situasi.
Ketika semangat, sorakan, dan erangan kesakitan mereda, ayahku akhirnya bangkit dari duduknya. Naga merah yang disulam di gonryongpo[2] putih murninya terlihat siap naik ke surga kapan pun.
Delapan Demonic Supremes yang bersamanya ikut berdiri dengan serempak.
Shaa-shaaa-shaaa.
Seperti ombak, semua pengikut demonic di aula berdiri dari tempat duduk mereka dan menghormati pemimpin absolut.
Heavenly Demon Geom Woojin.
Yang terkuat di era ini.
…Untuk sekarang.
Ayahku melihat ke arahku. Tatapannya sangat intens sampai rasanya bisa menusuk menembus tubuhku.
Dulu, aku takut pada ayahku. Terutama tatapan intens itu yang seperti merendahkan orang–aku tidak pernah bisa benar-benar menghadapinya. Jadi bagaimana bisa aku berbincang sungguh-sungguh dengannya?
Sebagai hasil, pandanganku tentang ayahku dibangun dari dugaan, prasangka, dan rumor.
Andai saja aku bisa berkata seperti ini pada diriku di masa lalu:
Kalau tentang hubungan, jangan bayangkan hal-hal sendirian. Lihat dengan benar, dengar dengan benar. Jawabannya tidak di dalam dirimu. Lawan bicaramu ada di sana.
Aku tidak menghindari tatapan ayahku.
Apa seramnya ekspresi itu? Dia hanya lelaki yang mencoba untuk tidak kehilangan kekuasaannya sambil mengurus berbagai tantangan dan rencana yang ditujukan pada posisinya. Sikap acuh dan asingnya berakar dari usaha itu. Yang dulu tidak bisa kulihat, kini terlihat jelas untukku.
“Apa keinginanmu?”
Suara berat ayahku, walaupun tidak dilapisi energi dalam, terdengar oleh semua orang dan itu memiliki kekuatan untuk mengintimidasi pendengarnya.
Semua orang mendengarkan dengan seksama untuk jawabanku. Terutama para Delapan Demonic Supremes di sisiku, yang sangat tertarik pada apa yang akan kukatakan.
“Keinginanku adalah…”
Aku tidak menyangka akan kembali di hari ini, jadi aku ikuti saja instingku.
“Aku mau ikut berburu denganmu, Ayah.”
Ayah tersentak, seakan terkejut oleh kalimatku yang tak terduga. Para penonton juga bergumam keheranan. Mereka tidak menduga keinginan seperti ini. Mereka mungkin berpikir aku akan meminta untuk jadi pewaris, atau setidaknya minta pedang berharga atau manual seni bela diri.
“Ikut berburu denganku?”
“Ya. Hanya kita berdua. Kudengar Ayah senang berburu di masa muda Ayah. Aku ingin belajar caranya berburu dari Ayah.”
Ayah menatapku dalam diam sebelum dia berkata dengan kasar.
“Kita pergi besok saat fajar menyingsing.”
Dengan kalimat itu, Ayah mulai berjalan.
Di situasi itu, sang Heavenly Demon bergerak, dan semua seniman bela diri menundukkan kepala mereka. Tidak ada satu pun suara terdengar di antara ribuan orang yang berkumpul di sini.
Setelah Heavenly Demon dan Delapan Demonic Supremes pergi, suara penuh kebencian akhirnya memecah keheningan.
“Bodoh. Meminta sesuatu seperti itu…”
Aku berbalik untuk melihat Gu Pyungho diangkat oleh murid seniornya, lengannya menggantung tak berdaya.
Menggaruk kepala, aku bicara padanya.
“Maaf. Siapa namamu tadi?”
Gu Pyungho, diabaikan sampai akhir, berteriak marah.
“Argh! Bunuh dia! Tolong, Saudara Senior, bunuh dia!”
Tapi dengan pertandingan yang sudah berakhir, tidak ada yang berani menyerangku. Mereka hanya melototiku sebelum membawa Gu Pyungho pergi.
‘Sekarang karena aku sudah kembali, hidup kalian tidak akan menyenangkan seperti sebelumnya.’
Aku bersyukur surga mengirimku ke titik penting dalam hidupku ini. Meskipun dia mencoba mengkhianatiku, aku sangat berterima kasih pada Gwi Ryeongja karena telah menyelesaikan Great Regression Technique.
‘Terima kasih banyak.’
Aku melihat ke langit yang cerah, tersenyum lebar, merasa sangat muda.
[1] Skirmish adalah pertarungan kecil.
[2] Gonryongpo (China: Gunlongpao/Longpao) artinya jubah naga adalah pakaian sehari-hari China yang dekorasi utamanya adalah naga. Biasanya dipakai oleh kaisar China. Kemudian negara sekitarnya mulai pakai ini juga, termasuk Korea.
0 Comments