Header Background Image
    Light Novel Bahasa Indonesia

    Absolute Regression Chapter 8


    Rumor bahwa murid Blood Heaven Sword Demon telah mati di tanganku mulai menyebar dengan cepat di dalam Kultus.

    Bersamaan dengan ini, kekhawatiran Lee Ahn semakin besar pula.

    “Ini kacau. Semua orang yang saya temui membicarakan tentang anda dan Yang Po.”

    Dia menghela nafas dan berkata lagi.

    “…Dan mereka membicarakan saya juga.”

    Karena dia penyebab perkelahian itu, wajar saja akan ada beragam gosip.

    “Bukannya bagus kalau terkenal? Kita seniman bela diri melakukan segala macam hal gila hanya untuk jadi terkenal, kan?”

    “Saya tidak suka.”

    “Kamu akan jadi lebih terkenal lagi kedepannya, apa yang akan kamu lakukan?

    Lee Ahn menghela nafas lagi, tapi ekspresinya tidak gelap. Itu karena ada perubahan positif di tengah kekacauan ini.

    “Saya cemas karena Blood Heaven Sword Demon menjunjung kehormatan. Saya harap dia mengabaikan masalah ini.”

    “Kata siapa? Bahwa Blood Heaven Sword Demon menjunjung kehormatan?”

    “Hah? Bukannya memang begitu?”

    “Apakah seseorang yang menjunjung kehormatan akan membiarkan perilaku buruk muridnya tidak diperiksa dan ditoleransi?”

    “Mungkin dia tidak tahu?”

    “Itu namanya meremehkan ketelitian Blood Heaven Sword Demon kita.”

    “Anda selalu bicara seakan anda sangat mengenal Blood Heaven Sword Demon.”

    “Aku tahu tidak hanya Blood Heaven Sword Demon, tapi juga Demonic Supremes lainnya sampai titik tertentu. Lagipula, karena aku putra Heavenly Demon, aku harusnya cukup berpengetahuan.”

    Lee Ahn menatapku dengan mata terbelalak. Dia mungkin bertanya-tanya kapan aku mencari tahu tanpa dia ketahui, berpikir bahwa dia tahu segalanya tentangku.

    “Lalu kenapa Blood Heaven Sword Demon membiarkan muridnya bersikap buruk tanpa diperiksa?”

    “Itu…”

    Meskipun aku tahu alasannya, itu adalah sesuatu yang tidak bisa kujelaskan pada Lee Ahn.

    “Karena lebih mudah.”

    “Apa?”

    “Lebih mudah menangani murid yang rakus dan egois daripada yang sikapnya baik. Blood Heaven Sword Demon belum menunjuk ketua murid lama sekali dan membiarkan muridnya terus dalam kompetisi. Kenapa? Karena dengan begitu lebih mudah menggunakan mereka sebagai sesuatu yang dapat digantikan. Tunggu saja, kekosongan Yang Po akan digantikan dalam beberapa hari.”

    “Dia orang yang menyeramkan, Demon itu.”

    “Aku lebih takut pada murid-muridnya. Mereka menyerbu maju meski tahu orang macam apa master mereka.”

    “Saya bersyukur saya melayani anda, tuan muda.”

    “Tentu saja. Bagaimana bisa dibandingkan dengan mereka? Lee Ahn, apa kamu mau minum setelah sekian lama?”

    Dia menatapku dengan wajah terkejut.

    “Kenapa kamu terkejut sekali?”

    “Karena tidak hanya sekian lama, tapi pertama kalinya.”

    “Pertama kali?”

    “Iya.”

    Sampai sekarang, kamu tidak pernah minum denganku? Apa yang sebenarnya membuatmu melempar dirimu sendiri demi keselamatanku?

    “Ayo. Kita minum sampai pingsan hari ini!”

    Aku pergi ke Desa Maga bersama Lee Ahn.

    Desa Maga adalah desa yang terbentuk di segala arah berpusat di Kultus utama. Desa itu berawal dari desa kecil dimana keluarga seniman bela diri tinggal, tapi sekarang sudah menjadi kota besar.

    Aku membawanya ke kedai minum terbaik dan termahal di Desa Maga.

    “Ini hari bersejarah, jadi ayo minum di tempat yang bagus.”

    “Saya tidak keberatan dengan tempat kecil yang biasa saja.”

    Dia merasa terbebani dengan tempat ramai. Kemana pun kami pergi, seluruh mata akan tertuju padanya, jadi wajar saja dia tidak suka.

    Mempertimbangkan perasaannya, aku membawa Lee Ahn ke ruang privat di kedai.

    “Kamu bisa minum banyak?”

    “Tidak juga.”

    “Ayo cari tahu sebanyak apa kamu bisa minum hari ini. Jangan cemas, kalah kamu mabuk, aku akan menggendongmu.”

    “Um… saya berat.”

    “Tidak apa-apa. Lihat lengan ini.”

    “Itu sebesar setengah dari lengan saya.”

    “Karena aku belum melenturkan ototku!”

    Karena ini pertama kalinya kami minum bersama, aku pesan banyak sekali minuman dan makanan.

    “Ini pertama kalinya saya disajikan hidangan ini. Yang ini, dan yang itu.”

    “Coba saja semua, lalu kita bisa pesan lagi apa yang kamu suka.”

    “Perut saya akan terkejut.”

    “Kamu sibuk menjagaku dan hanya makan sedikit, kan? Mulai sekarang, perhatikan apa yang kamu makan.”

    “Lihat, dengan tubuh ini, makan sedikit pun tidak apa-apa.”

    Dia tertawa, memamerkan lengannya yang tebal.

    “Makan sedikit dan cepat membuatmu beratmu bertambah. Semakin kamu memperhatikan makananmu, semakin sedikit beratmu bertambah. Untuk menguranginya, kamu harus pilih-pilih makanan.”

    “Oh! Saya tidak tahu itu! Saya akan melakukannya mulai sekarang.”

    Tapi aku tahu. Apapun yang dia makan, atau bahkan kalau dia melaparkan diri setiap hari, dia tidak akan kehilangan berat badannya. Berat itu bukan didapat dari makanan.

    Tentu saja, dia juga tahu ini. Dia bicara begitu karena berpikir aku tidak tahu efek sampingnya. Dia bisa saja mengatakan efek samping itu dan membuat lelucon yang agak tajam… tapi dia sudah dewasa terlalu cepat.

    “Mulai sekarang, belajar sambil makan makanan enak denganku.”

    Lee Ahn menatapku baik-baik dan bertanya.

    “Ajari saya rahasia anda.”

    “Rahasia apa? Masak?”

    “Tidak. Bagaimana untuk berubah seperti ini.”

    Aku menatapnya balik dan tersenyum tipis.

    “Kenapa? Kamu mau berubah juga?”

    “Tidak, sih, tapi…”

    Dia meneguk habis isi gelasnya. Siapa yang tidak mau berubah? Di dalam dirinya, gambaran dirinya di masa kecil akan selalu ada. Saat hidup sulit, dia akan memikirkan hari itu, dan hidup menjadi lebih sulit.

    “Kalau kamu kembali ke dirimu yang dulu, kamu tidak perlu rahasia begitu. Dunia akan memujamu.”

    Lee Ahn menerima minuman yang kutuangkan untuknya dengan gestur sopan lalu bertanya,

    “Tuan muda, apa yang anda rencanakan tentang suksesi?”

    Dia mungkin menanyakan ini sekarang karena dia melihat potensi dalam diriku.

    Sambil menaikkan gelasku, aku menjawab pelan.

    “Menjilat adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup!”

    Lee Ahn tertawa dan mengetukkan gelasnya denganku pelan-pelan.

    “Pastikan untuk melelehkan hati Pemimpin Kultus!”

    Kami minum bersama.

    Meskipun dia bilang dia tidak bisa minum banyak, Lee Ahn bertahan dengan baik.

    Tentu saja, aku harus membayar harga karena membuatnya mabuk. Aku harus menggendongnya pulang saat dia benar-benar mabuk.

    Di perjalanan pulang, dia berteriak sambil kugendong.

    “Jangan cemas! Aku pasti akan melindungimu, tuan muda! Percaya padaku!”

    “Aku tidak cemas sama sekali, tapi mendengarmu mengatakannya membuatku cemas.”

    “Kubilang jangan cemas! Aku akan melindungimu!”

    “Iya, aku tidak akan cemas.”

    “Kamu harus cemas. Kamu harus cemas. Tapi jangan cemas! Aku akan melindungimu!”

    “Hahaha.”

    Di momen itu, sebuah jendela terbuka dari bangunan terdekat, dan seseorang berteriak.

    “Perempuan bodoh macam apa yang terus mengoceh tidak jelas?”

    Melihat lelaki yang menjulurkan kepalanya keluar jendela, aku bicara.

    “Biarkan sekali ini saja untukku.”

    “Siapa kau?”

    “Aku Tuan Muda Kultus Heavenly Demon.”

    Dia menatapku kosong selama beberapa saat sebelum cepat-cepat minta maaf.

    “Oh, maafkan saya, tuan muda!”

    Jendelanya tertutup lebih cepat daripada saat itu terbuka.

    Lee Ahn tidur nyenyak di punggungku.

    ‘Maafkan aku menggendongmu kembali dengan sangat lambat.’

    Saat kembali ke tempat tinggalku, aku membaringkan dia di ranjang dan melangkah keluar.

    Aku duduk dengan kakiku berselonjor ke depan dan menatap bulan.

    Memikirkannya lagi, setelah pembantaian Kultus ku, aku jatuh ke perasaan kalah yang sangat dalam sambil hidup dalam persembunyian. Itu adalah depresi berat, sangat berat sampai aku tidak bisa menjalani hidupku tanpa berlari ke tujuan untuk regresi.

    Bagaimana kalau aku tidak bertemu Seo Jin saat itu? Dan kalau aku tidak tahu tentang Great Regression Technique? Pada akhirnya… bukankah aku akan bunuh diri? Atau mungkin, aku akan mencari Hwa Mugi, hanya untuk dibunuh oleh pengikutnya sebelum aku bisa bertemu dengannya. Ya, mungkin itu yang akan terjadi.

    Tenggelam dalam berbagai pikiran, tiba-tiba sesuatu memantulkan sinar rembulan di sisiku.

    Saat aku menolehkan kepalaku perlahan, ada pedang besar di samping wajahku.

    Wajahku yang tegang terpantul di bilah pedang yang sangat besar itu.

    Sambil bilahnya perlahan berputar, pemiliknya menunjukkan diri.

    Tangan yang kasar dan kurus menggenggam pedang itu menunjukkan kerutan yang mengatakan kasarnya tahun-tahun berlalu. Di ujung itu, sepasang mata tajam melotot padaku.

    Dia adalah Blood Heaven Sword Demon.

    Awalnya aku terkejut karena aku tidak menyangka dia akan mencariku secepat ini.

    Pedang yang diarahkan untuk memotong leherku adalah senjata uniknya, Heaven-Extinguishing Great Sword. Pedang itu masuk dalam daftar sepuluh senjata hebat di dunia bela diri, mendapatkan julukan “Penghancur Senjata” karena pedang itu menghancurkan hampir segala senjata yang menyentuhnya.

    Energi demonic dingin yang terpancar dari Heaven-Extinguishing Great Sword menyelimuti sekitar. Udara dingin menusuk yang menghentikan nafasku membuat semua rambut di tubuhku berdiri.

    ‘Kalau pedang itu bergerak untuk menyerang leherku, apa aku bisa menghindar?’

    Aku tidak bisa menjawab itu dengan mudah.

    Tidak peduli sebagus apa wawasan yang kudapatkan dari kehidupanku yang dulu, energi dalamku masih sangat kurang.

    Tepat saat tekanannya memuncak, energi dingin yang mengelilingiku hilang begitu saja.

    Blood Heaven Sword Demon tersenyum licik dan menyenggol pinggangku dengan gagang Heaven-Extinguishing Great Sword.

    “Kenapa kau melakukan itu?”

    Dia bertanya mengapa aku membunuh muridnya.

    Belum lama tadi, auranya seperti pembunuh bayaran yang datang untuk membunuhku, tapi sekarang dia menyenggol pinggangku seperti tetangga tua yang ramah.

    “Karena dia bertingkah bodoh.”

    Blood Heaven Sword Demon menatapku dengan tatapan yang menusuk. Mirip seperti tatapan ayahku tapi berbeda.

    Kalau mata ayahku tidak bisa dibaca, mata Blood Heaven Sword Demon sangat jelas.

    Kebencian.

    Aku melihat api kebencian di matanya.

    “Orang bodoh macam apa yang mencari masalah dengan putra termuda Heavenly Demon, yang cukup berharga untuk dia awasi?”

    Whip!

    Pedang yang ditaruh di lutut Blood Heaven Sword Demon naik dan diarahkan ke leherku lagi.

    “Haruskah kupotong kepala ini dan lihat apa itu cocok di mata Pemimpin Kultus? Lihat apa itu sakit?”

    Niat membunuh yang tajam mengalir di bilah pedang itu menyampaikan keinginan pemiliknya: ‘Mungkin terdengar seperti lelucon, tapi bukan.’

    “Menurut saya kepala saya tidak akan pas di mata ayah yang sempit.”

    Saat aku mengambil satu langkah mundur, energi yang mengalir di bilah pedang langsung menghilang. Menakjubkan. Mengendalikan kekuatan besar sebebas itu dengan tubuh kurusnya.

    Blood Heaven Sword Demon lalu menggambar garis panjang di tanah di hadapan kami menggunakan Heaven-Extinguishing Great Sword. Dia menggambar garis vertikal sekitar satu rentang di ujung kiri.

    “Dari sini ke sini adalah tuan muda kita. Dari sini ke akhir adalah aku.”

    Garis itu dibagi dengan rasio 9:1.

    “Apa ini?”

    “Ini seberapa banyak Pemimpin Kultus menyayangimu.”

    Sembilan menggambarkan Blood Heaven Sword Demon, dan satunya aku.

    Aku menggambar garis baru dengan jariku pada sekitar satu per tiganya.

    “Sebanyak apapun, saya tetap putranya. Sisi ini adalah saya, dan sisi ini anda, tetua.”

    Sekarang tujuh adalah aku dan tiganya untuk Blood Heaven Sword Demon.

    Dia tersenyum lebar jahil.

    “Haruskah kita uji? Kalau kubawa kepala tuan muda ini, menurutmu Pemimpin Kultus akan membunuhku atau tidak?”

    “Bukankah anda terlalu meremehkan kasih sayang orang tua dari Heavenly Demon?”

    “Makanya harus kita uji.”

    Heaven-Extinguishing Great Sword perlahan bergerak ke arahku lagi.

    Aku menekan sisi pedangnya dengan telapak tanganku, menghentikan gerakannya ke arah leherku. Pedang itu dingin. Tidak peduli secerah apa Blood Heaven Sword Demon tersenyum, rasa dingin ini adalah esensinya. Melupakan itu artinya kematian.

    “Tidak perlu diuji. Ada dua putra, dan hanya satu tetua.”

    Blood Heaven Sword Demon menyeringai.

    “Tuan muda ini tidak sebodoh muridku.”

    “Kalah murid anda mirip dengan anda, dia pasti masih hidup sekarang.”

    Dia menepuk bahuku dua kali.

    “Tuan muda, orang tua ini sudah hidup dengan kesialan sepanjang hidupnya. Jadi lebih baik tidak sering bertemu.”

    Setelah menyelesaikan perkataannya, Blood Heaven Sword Demon menghilang. Sosoknya yang berada di sisiku lenyap ke dalam kegelapan.

    Begitu Blood Heaven Sword Demon menghilang, aku langsung memeriksa pinggangku. Ada lebam biru di mana dia menyenggolku dengan pegangan pedangnya tadi. Terlihat main-main, tapi dampaknya seperti rentetan serangan berat. Tepukan terakhir di bahuku tadi juga sama.

    “Bajingan tua sialan itu.”

    Aku berada di kondisi tegang yang konstan saat menghadapinya. Terlepas dari regresiku, resiko yang diciptakan dari variabel selalu memerlukan kewaspadaan.

    Mengulang dua kali perkataan bahwa dia akan membawa kepalaku ke ayah berarti pikiran itu memang ada di kepalanya.

    Sekilas, dia terlihat plin-plan, tapi sebenarnya tidak. Dia selalu memperhitungkan hal-hal dengan teliti. Kalau dia terlihat plin-plan, itu juga sudah dia perhitungkan. Ini menjadikannya lawan yang sulit.

    Meskipun aku tahu banyak tentang dia, tahu banyak tidak berarti bisa menghadapinya dengan baik. Informasi hanyalah informasi; selalu ada kemungkinan variabel muncul untuk memutar balikkan keuntungan apapun.

    ‘Kenapa dia mencariku?’

    Apa itu peringatan karena telah membunuh muridnya?

    Tidak. Seperti yang kukatakan pada Lee Ahn, dia bukan seseorang yang peduli tentang reputasi.

    Dia kesini untuk bertemu denganku. Penampilanku di panggung seni bela diri pasti memberi kesan, dan keinginanku untuk berburu pasti terlihat unik. Dan juga, aku sudah membunuh muridnya, jadi dia mungkin merasa perlu mengujiku. Untuk melihat apa aku punya potensi, untuk merasakan apa aku manis atau pahit.

    ‘Bagaimana pendapatmu tentang rasaku?’

    Bagiku, dia pedas. Satu jilatan saja membuatku terbakar. Tapi itu pedas yang lezat.

    ”Apa lawan pertamaku benar-benar Blood Heaven Sword Demon?’

    Mungkin begitu. Terutama sejak aku melawan muridnya di duel.

    ‘Mungkin dao-mu terlihat mencolok dengan baik di mata surga.’


    You can support the author on

    0 Comments

    Note